DEFINISI
Polisitemia juga didefinisikan sebagai peningkatan sel darah merah yang
bersirkulasi di atas kadar normal. Istilah eritrositosis sering digunakan untuk
menggantikan kata polisitemia namun terdapat perbedaan antara keduanya;
eritrisitosis berhubungan peningkatan massa sel darah merah manakala
polisitemia berhubungan dengan peningkatan jumlah sel darah merah.
Biasanya orang dengan polisitemia terditeksi melalui peningkatan kadar
hemoglobin atau hematokrit yang ditemukan secara tidak sengaja.
Polisitemia vera (PV) adalah gangguan sel induk ditandai sebagai gangguan
sumsum panhyperplastic, ganas, dan neoplastik. Gambaran yang paling
menonjol dari penyakit ini adalah mutlak massa sel darah merah tinggi
karena produksi sel darah merah yang tidak terkendali. Hal ini disertai
dengan peningkatan produksi sel darah putih (myeloid) dan platelet
(megakaryocytic), yang disebabkan oleh klon abnormal dari sel-sel induk
hematopoietik dengan sensitivitas yang meningkat faktor pertumbuhan yang
berbeda untuk pematangan. Seperti diketahui pada orang dewasa sehat,
eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi
dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70 kg akan menghasilkan
1 x 1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit setiap harinya. Di dalam
sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai
hematokrit yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi
eritrosit terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb .
16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula
peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL).
Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm cell)
sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang
berlebihan.
Terdapat 3
jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1.
Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi,
obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma
namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2.
Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi
berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari
eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan
normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3.
Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit
disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah
lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali
normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
ETIOLOGI
Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi
diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan
fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2). Sel-sel
progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk coloniesin dalam
ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid,
dan berbagai faktor pertumbuhan.
Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai
peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan
hematopoietik, termasuk erythropoietin,granulosit-makrophage colony-stimulating
factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon
pertumbuhan.
FAKTOR RESIKO
1.
Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2.
Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka
panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah
eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan
mengakibatkan peningkatan
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
3.
Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO dari pada oksigen.
4.
Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin
juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5.
Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus
kinase-2 atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan
hemoglobin juga membawa faktor resiko.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat
sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal
pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau
menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas
normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap
faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah
eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan
DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2)
yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan
antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi
ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan
terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma.
Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription
(STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik
sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi
dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana
terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama
JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses
aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses
eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth
factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel
darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung
mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme
homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya
jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat
menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan
terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
TANDA DAN
GEJALA
1.
Sakit kepala, keringat berlebihan, telinga berdengung,
gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur), pusing dan vertigo.
Gejala-gejala ini diduga merupakan efek dari pembuluh darah membesar dengan
aliran darah lebih lambat, terjadi pada sekitar 30% pasien PV.
2.
Gatal-gatal
pada kulit, terutama setelah mandi air hangat atau mandi dengan menggunakan
shower (terjadi pada beberapa pasien), terjadi pada sekitar 40% pasien PV.
3.
Erythromelalgia yang ditandai dengan eritema pada
kulit, terutama pada telapak tangan, lobus telinga, hidung, dan pipi. Hal ini
dapat terjadi akibat tingginya konsentrasi eritrosit dalam darah. Beberapa
pasien juga mengalami rasa panas terbakar pada kaki.
4.
Tukak lambung dapat berhubungan dengan PV, dan dapat
menyebabkan perdarahan gastrointestinal.
5.
Pembesaran limpa, yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik atau menggunakan tes USG.
6.
Gout, yaitu peradangan sendi yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar asam urat. PV dapat memperburuk keadaan gout juga merupakan
faktor resiko dari gout.
7.
Perdarahan atau memar, terjadi pada sekitar 25% pasien
PV.
8.
Kehilangan berat badan
PERJALANAN
KLINIS POLISITEMIA
1.
Fase eritrositik
Didapatkan
suatu fase eritrositik yang menetap dimana diperlukan flebotomi secara teratur
untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal dan berlangsung selama
5-25 tahun
2.
Fase burn-out atau spent out
Penderita
masuk ke dalam kondisi seperti terbakar habis, kebutuhan flebotomi sangat
berkurang dan dapat terjadi anemia, lien bertambah besar, fibrosis ringan di
sum-sum tulang, trombositosis, serta leukositosis biasanya menetap.
3.
Fase mielofibrosis
Jika terjadi
sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinik
menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia myeloid. Kadang-kadang
terjadi metaplasia myeloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening, dan ginjal.
Biasanya terjadi pada 10% penderita
4.
Fase terminal
Kematian
karena komplikasi perdarahan/thrombosis (35-50%), mielofibrosis (15%
penderita), dan transformasi menjadi leukemia akut
KOMPLIKASI
Kelebihan
sel darah merah bisa berhubungan dengan komplikasi
-
Ulkus gastrikum
-
Batu ginjal
-
Bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa
menyebabkan serangan jantung dan stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke
lengan dan tungkai.
Komplikasi
Dalam keadaan lanjut,
-
postplycythemic myelofibrosis, ditandai dengan anemia
dan sitopenia sel darah yang lain, perubahan morfologi eritrosit
(poikolositosis, tear-drop), perubahan leukoeritroblastik pada darah tepi,
limpa yang terus membesar, serta fibrosis tulang belakang.
-
fibrosis tulang belakang,
-
leukemia dan
-
penyakit akibat trombosis. Postpolycythemic
myelofibrosis
-
Angina atau gagal jantung kongestif merupakan efek
berbahaya akibat viskositas darah yang tinggi dan adanya platelet yang dapat
menyumbat pembuluh darah koroner dan membentuk gumpalan, terjadi pada sekitar
30% pasien PV
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS
1.
Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa
dan penampilan kulit (eritema).
2.
Pemeriksaan Darah
Jumlah sel
darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah
tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam
darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah
putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.
Pemeriksaan
darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam
urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar
eritropoietin (EPO) dalam darah.
3.
Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi
pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat
mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).
TERAPI NON
FARMAKOLOGI
Tujuannya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit dan meningkatkan
kualitas hidup pasien.
1.
Banyak berolahraga, latihan ringan seperti jalan
santai dan jogging dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi
resiko penggumpalan darah. Selain itu juga dianjurkan untuk melakukan
peregangan kaki dan lutut.
2.
Tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah yang akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke akibat
gumpalan darah.
3.
Merawat kulit dengan baik, untuk mencegah rasa gatal,
mandi dengan air dingin dan segera keringkan kulit. Hindari mandi menggunakan
air panas. Jangan biasakan menggaruk karena dapat menimbulkan luka dan infeksi.
4.
Menghindari temperatur yang ekstrim. Buruknya aliran
darah pada penderita polisitemia vera menyebabkan tingginya resiko cedera
akibat suhu panas dan dingin. Di daerah dingin, gunakan baju hangat dan
lindungi terutama bagian tangan dan kaki. Untuk di daerah panas, lindungi tubuh
dari sinar matahari serta perbanyak minum air.
5.
Waspada
terhadap luka. Aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh, terutama
di bagian tangan dan kaki. Periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi
dokter apabila menderita luka atau cedera.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Penatalaksanaan polisitemia vera yang optimal masih controversial, tidak
ada terapi tunggal untuk polisitemia vera. Tujuan utama terapi adalah mencegah
terjadinya thrombosis. PVSG (Polycythemia Vera Study Group) merekomendasikan
plebotomoi pada semua pasien yang baru didiagnosis untuk mempertahankan
hematrokit <45% untuk mengontrol gejala. Unutk terapi jangka panjang
ditentukan berdasarkan status klinis pasien. Setelah penemuan mutasi JAK2V617F mulailah
berkembang terapi anti JAK2V617F. obat ini dapat menghambat
mutasi JAK2V617F. suatu alternative anti JAK2 yang
digunakan sekarang adalah Tirosin Kinase Inhibitor seperti
Imatinib dan Erlontinib.
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang
dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan
terapi yaitu:
1.
Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan
sel darah merah (eritrosit).
2.
Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis
arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi
arteri perifer, dan infark pulmonal.
3.
Mengurangi rasa
gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
PRINSIP
PENGOBATAN
1.
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal
kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2.
Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/
polisitemia yang belum terkendali.
3.
Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4.
Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek
sterilisasi pada pasien usia muda.
5.
Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis
tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
-
Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama
jika disertai gejala thrombosis
-
Leukositosis progresif
-
Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan
sitopenia problematic
-
Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus
yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit
diatasi.
TERAPI
POLISITEMIA VERA
1.
Flebotomi
Flebotomi
adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan
yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan
merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi plebotomi:
-
Polisitemia vera fase polisitemia.
-
Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika
Ht>55%.
-
Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung beratnya
gejala yang ditimbulkan. Pada flebotomi, sejumlah kecil darah
diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai
hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan,
sesuai dengan kebutuhan. Pada Polisitemia Vera tujuan
plebotomi adalah mempertahankan hematokrit antara 42% pada wanita dan 47% pada
laki-laki, untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear
rate. Manfaat plebotomi disamping menurunkan sel darah merah juga menurunkan
viskositas darah kembali normal sehingga resiko timbulnya trombosis berkurang.
Terapi plebotomi sendiri tidak dapat diberikan pada semua pasien, karena pasien
tua tidak dapat mentolerir plebotomi karena status kardiopulmoner. Flebotomi
500 ml dengan interval 1-3 hari (biasanya sebanyak 6-8 unit) sampai Ht <55%,
kemudian flebotomi 250-500 ml/minggu, Ht dipertahankan 40-45%. Pada usia >65
tahun atau dengan kelainan kardiovaskular flebotomi 100-150 ml tiap hari atau
flebotomi 500 ml disertai penggantian cairan plasma untuk mempertahankan volume
intravascular.
PROSEDUR
FLEBOTOMI:
-
Pada permulaan, plebotomi 500 cc darah 1-3 hari sampai
hematokrit < 55 %, kemudian dilanjutkan plebotomi 250-500 ml/minggu,
hematokrit dipertahankan < 45 %. Pada pasien yang berumur
> 55 tahun atau penyakit vaskular aterosklerotik yang serius, plebotomi
hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah
yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya
bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. Penyakit yang
terkontrol memerlukan plebotomi 1-2 kali 500ml setiap 3-4 bulan. Bila plebotomi
diperlukan lebih dari 1 kali dalam 3 bulan, sebaiknya dipilih terapi lain. Sekitar 200
mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah, defisiensi besi merupakan
efek samping pengobatan plebotomi berulang, defisiensi besi ini diterapi
dengan pemberian preparat besi.
2.
Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen
yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet)
Tujuan
pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari
kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi.
Kemoterapi
yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid)
yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena
dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan
jangka panjang.
Penggunaan
golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena
efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih
membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien
dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3
minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika
hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada
wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3.
Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan
pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk
mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang
digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada
keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi
mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
Indikasi
penggunaan kemoterapi :
a.
Hanya untuk Polisitemia rubra primer .
b.
Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali
sebulan.
Trombositosis
yang terbukti menimbulkan thrombosis adalah:
a.
Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan
antihistamin
b.
Splenomegali simtomatik / mengancam ruptur limpa.
4.
Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop
radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan
sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2
secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.
Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 :
-
Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.
-
Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua
dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah
dosis pertama.
5.
Pengobatan pendukung
-
Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600
mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi
ginjal.
-
Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti
histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran
Ultraviolet range A (PUVA).
-
Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat
reseptor H2.
-
Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari
Quinazolin.
-
Anagrelid digunakan sebagai substitusi
atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik
atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid
mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan
pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
-
OBAT
MIELOSUPRESI UNTUK POLISITEMIA VERA
Agen
|
kelas
|
Efek
samping umum
|
Efek
samping tidak umum
|
Hati-hati
|
Hydroxyurea
(hyrdia)
|
Antimetabolit
|
Anemia
neutropenia, bisul mulut, hiperpigmentasi kulit, pergantian kuku
|
Bisul
kaki, mual, diarrhea fever. Elevated liver function test results
|
penyakit
ginjal
|
Recombinant
interferon alfa-2b (intron A)
|
Myelosuppressive
|
Influenza-seperti
gejala kelelahan, anorexia,kehilangan BB, alopecia headache,mual,
insomnia,nyeri
|
bingung,
depresi,autoimunitas, hyperlipidemia
|
penyakit
mental,penyakitcardiovascular
|
Radioactive
phosphorus (32P)
|
Radiopharmaceutical
|
Anemia, thrombocytopia,
leucopenia, leukemia akibat pengobatan
|
Diarrhea
fever, nausea emesis
|
|
Busulfan
(myleran)
|
Alkylating
agent
|
Pancytopenia
hyperpigmentation, ovarian suppression
|
Pulmonary
fibrosis, leukemia, seizure, hepatic venoocclusion
|
Gangguan
pembekuan
|
Obat miolosupresi dapat menurunkan trombosis tapi penggunaannya dapat
meningkatkan transformasi menjadi leukemia akut, ini merupakan dilema maka
terapi yang direkomendasi adalah Hidroksiurea ditambah aspirin dosis
rendah karna Hidroksiurea dapat mencegah trombosis dan sedikit bersifat
leukomogenik.
Setelah penemuan mutasi JAK2V617F mulailah berkembang terapi anti
JAK2V617F seperti yang dilaporkan tahun 2007 pada pertemuan American
Society of Hematology. Manfaat obat ini dapat melawan JAK2V617F .Suatu alternatif
anti JAK2 terapi yang digunakan sekarang adalah Tirosin
Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlotinib. Suatu penelitian dengan
menggunakan Imatinib dosis tunggal 200-400 mg dapat menurunkan splenomegali.
Sedangkan Cortes dkk menggunakan Imatinib pada 14 orang pasien Polisitemia
vera, 10 orang (71%) dari 14 pasien terjadi
penurunan splenomegali 30-100 %. Penelitian Jones dan kawan - kawan pada
9 orang pasien Polisitemia Vera yang diterapi dengan Imatinib ( Tirosin
Kinase Inhiditor ) 800 mg/hari efektif menurunkan penggunaan plebotomi,
menurunkan trombosit, menurunkan ukuran lien. Tapi penelitian klinik penggunaan
obat ini masih terbatas.
TERAPI
POLISITEMIA YANG DIREKOMENDASIKAN:
1.
Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%
2.
Aspirin dosis rendah ( jika tidak ada kontra indikasi
)
3.
Terapi faktor resiko trombosis secara agresif (
perokok hipertensi hiperkolesterolemia, obesitas )
4.
Pertimbangkan sitoreduksi jika
-
Pasien tidak toleransi dengan plebotomi
-
Trombositosis
-
Spenomegali progresif
5.
Pilihan terapi sitoreduksi
-
Umur < 40 tahun – Interferon α
-
Umur > 40 tahun – Hidroksiurea
-
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema)
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
1.
Eritrosit
Peningkatan
7-10 juta/mm3 kadang-kadang mencapai 12-15 juta/mm3,
dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat
transisi ke arah metaplasia myeloid
2.
Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus Polisitemia Vera,
berkisar antara 12-25.000 /mL tetapi dapat sampai 60.000 /mL.
3.
Trombosit, berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan
dapat > 1 juta/mL sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang
abnormal.
4.
B12 serum
B12 serum
dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30% kasus,
danUBBC meningkat pada > 75% kasus Polisitemia Vera.
5.
Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan
ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan penyakit
mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri
eritrosit, megakariosit dan mielosit.
6.
Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl
7.
Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %
8.
Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal
9.
Leukositosis, antara 12.000-25.000/mm3
10.
Skor NAP (Neutropil Alkalin Phospatase) meningkat
11.
Volume darah total meningkat
12.
UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75
% penderita.
13.
Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip
20q,13q, 11q, 7q, 6q, 5q,trisomi 8 dan trisomi 9.
14.
Serum eritropoitin,
Pada
Polisitemia Vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada
Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat
15.
Hiperurikemia
Nilai hematologis polisitemia vera
Hemoglobin
|
>18
g/dL
|
Jumlah
eritrosit
|
7-12 x 1012/L
|
Hematokrit
|
>0,55
|
Trombosit
|
>650.000
x 109L
|
Jumlah
leukosit
|
>12 x
109/L disertai basofilia
|
Saturasi
oksigen arteri biasanya normal
|
92%
|
Skor
alkali fosfatase leukosit
|
>100
|
B12 serum
|
Meningkat
|
PROSES
KEPERAWATAN
Pengkajian
data dasar
1.
Riwayat adanya penyakit yang berhubungan dengan
hipoksia (penyakit paru obstruksi kronik/PPOK, penyakit jantung kronis, atau
hemoglobinopati).
2.
3.
Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai
berikut:
-
Peningkatan warna kulit (sering kemerah-merahan)
disebabkan oleh peningkatan kadar hemoglobin
-
Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (dipsnea,
batuk kronis, peningkatan tekanan darah, takikardi, sakit kepala, dan pusing)
disebabkan oleh peningkatan volume darah
-
Gejala-gejala thrombosis (angina, klaudikasi
intermiten, tromboplebitis) disebabkan oleh peningkatan viskositas darah
-
Splenomegali dan hepatomegali
-
Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang di
akibatkan oleh hemolisis sel darah merah yang tidak matang
-
Riwayat perdarahan hidung, ekimosis atau perdarahan
saluran pencernaan dari disfungsi trombosit
4.
Pemeriksaan diagnostic
-
Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan peningkatan
sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih, dan trombosit. Pada
pilisitemia sekumder sel darah putih dan trombosit tetap normal.
-
Alkalin fosfat leukosit meningkat
-
Kadar B12 serum meningkat
-
Kadar asam urat serum meningkat
5.
Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana
tindakan.
6.
Kaji klien tentang perasaannya mengalami kondisi
kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani
Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Rubenstein
David, dkk. Editor Safitri Amalia .2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi
keenam. Jakarta: Erlangga
Brunner
& suddarth.2002. Buku Keperawatan Medikal Bedah vol.2, Ed 8 cetakan 1.
Jakarta:EGC.
Doenges,
Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
Price,
Sylvia A & Lorraine M, Wilson. 1995. Patofosiologi Konsep klinis
Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment